This is a site about Tiens evagrow fertilizer can increase crop yields and create a 100% organic

Budidaya padi organik metode SRI menghemat penggunaan air, bibit, pupuk dan pestisida kimia.

Faktor penting dalam penerapan metode SRI di sawah adalah penggunaan pupuk kompos. Setiap hektar sawah membutuhkan minimal 8 ton kompos. Kompos dibuat oleh petani sendiri dengan memanfaatkan bahan baku yang ada di sekitar, seperti kotoran hewan (KOHE), jerami, dedak padi, rumput, daun dan sampah rumah tangga. Proses pengomposan dilakukan selama musim pemeliharaan tanaman, yaitu 3-4 bulan. Ketika musim tanam berikutnya, petani telah memiliki persediaan kompos yang cukup untuk ditaburi di lahan sawah sebagai pupuk dasar pengganti pupuk urea.Dalam sistem persawahan biasa, lahan lebih banyak digenangi air, akibatnya pasokan air yang cukup menjadi penting. Sebaliknya pada sistem SRI, kebutuhan air diperlukan hanya setengah hingga sepertiga dari cara konvensional. Lahan sawah dikondisikan lembab atau macak-macak tanpa digenangi. Hal ini memungkinkan terjadinya penghematan penggunaan air sampai 60%.

Bibit tanaman padi yang digunakan adalah bibit yang berumur muda, yaitu antara 7 – 10 hari di persemaian. Kemudian bibit ditanam di lahan sawah dengan jumlah satu bibit untuk satu lubang tanam (dapuran). Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi persaingan atau kompetisi dalam mendapatkan hara makanan. Tanam bibit tunggal dan jarang dimaksudkan agar pertumbuhan padi menjadi maksimal, anakan yang dihasilkan menjadi lebih banyak dan sehat. Rata-rata anakan yang dihasilkan lebih dari 60 batang. Pertumbuhan ini didukung dengan penyebaran akar yang luas dan kokoh, sehingga memungkinkan akar menyerap nutrisi secara efektif. Sistem ini mengakibatkan penggunaan bibit menjadi lebih sedikit. Untuk satu hektar sawah membutuhkan tidak lebih dari 6 kg bibit.

Penggunaan pupuk kimia tambahan seperti urea, NPK, KCL dan ZA dalam metode SRI ditiadakan. Karena kita tahu persis bahwa pupuk kimia inilah yang menyebabkan terjadinya degradasi kesuburan tanah. Tanah menjadi tandus, sulit menyerap air, tidak respon terhadap unsur hara atau pemupukan, kebanyakan tanah menjadi keras, liat dan membatu. Sebagai gantinya, petani diajarkan membuat pupuk yang berbasis mikroba dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada, seperti buah maja, air kelapa, kotoran ternak, bekicot yang dihancurkan, daun-daunan atau sayur-sayuran. Hasil fermentasi alami dari bahan-bahan ini dapat disemprotkan setiap saat di lahan sawah.

Masalah hama dan penyakit tanaman pada padi dapat dicegah dengan cara pengendalian hama terpadu. Cara ini lebih kepada upaya mengendalikan berbagai unsur-unsur ekosistem di lahan sawah. Cara tanam SRI dapat menekan gangguan hama secara sangat berarti tanpa harus menggunakan bahan kimia antihama.

Menurut pakar SRI dari ITB, Dr. Mubiar Purwasasmita, banyak jenis serangga yang hidup bersama dengan tumbuhnya tanaman padi, namun mereka tidak sempat menjadi hama karena dengan cara seksama kondisi mikro-klimatnya tidak memberi cukup waktu kepada serangga untuk dapat berkembangbiak secara leluasa. Serangan keong pun dapat ditekan karena tanah tidak direndam. Kegiatan pengendalian hama terpadu secara mandiri oleh petani memungkinkan terjadinya penghematan dalam penggunaan racun hama kimia.

Proses penyiangan dilakukan lebih dari 4 kali. Penyiangan ini dimaksudkan bukan saja untuk menghilangkan gulma tetapi terutama untuk menjaga pasokan udara ke dalam tanah. Pengurangan 1 kali penyiangan dapat menurunkan produksi padi hingga 1,2-1,5 ton/ha.

Dalam metode SRI bukan saja tingkat produktivitas padi yang tinggi dapat dicapai tetapi juga meningkatkan struktur dan kondisi lahan sawah serta membaiknya lingkungan hidup biotik di persawahan.

Melalui penerapan metode SRI kita dapat melakukan perubahan untuk peningkatan produksi padi yang lebih tinggi, lebih baik mutunya, lebih sehat dan berkesinambungan, semoga

 

Sistem budi daya pertanian di Indonesia dalam kurun waktu yang panjang mengalami penurunan dalam hal produktivitas, kualitas, dan efisiensi. Penurunan terjadi mulai dari luas lahan garapan yang kian susut akibat terdesak oleh kegiatan industrialisasi dan perumahan. Produktivitas semakin menukik tajam karena banyak lahan yangg hilang kesuburannya akibat penggunaan pupuk kimia yang tidak bijaksana.

Pemakaian pestisida dan pupuk kimia yang cenderung berlebihan dan tidak terkontrol pasti mengakibatkan keseimbangan alam terganggu, musuh alami hama menjadi punah, sehingga hama dan penyakit tanaman berkembang pesat, dan adanya residu kimia pada hasil panen. Penghematan penggunaan pupuk dan pestisida kimia mutlak harus dilakukan.

Selain itu, krisis lingkungan karena pencemaran perlu disikapi mengingat dampak negatif yang tidak sedikit bagi manusia dan lingkungan. Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah harga pupuk dan antihama yang mahal, terkadang langka di pasaran serta faktor kolutif lain. Di antaranya mekanisme pasar yang cenderung memperkaya segelintir orang dan faktor politis yang tidak memihak petani.

Dari aspek pengelolaan air, usaha tani sawah pada umumnya dilakukan dengan penggenangan secara terus-menerus, di lain pihak kesediaan air semakin terbatas. Untuk itu, diperlukan peningkatan efisiensi penggunaan air melalui usaha tani hemat air.

SRI sebagai solusi

Teknik budi daya padi SRI (System of Rice Intensification) adalah metode yang sangat tepat untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut di atas.

Paling tidak ada empat alasan utama perlu dikembangkannya SRI. Pertama, metode SRI terbukti mampu menghasilkan produktivitas padi yang tinggi di atas rata-rata nasional. Kedua, SRI juga dapat menghemat penggunaan air sampai 40%. Penggunaan bibit juga dapat dihemat sampai 80%, sehingga dapat mengurangi biaya usaha tani.

Ketiga, SRI mampu memulihkan kesuburan lahan dan mampu memelihara keberlanjutan produktivitas lahan. Keempat, metode SRI dikenal ramah lingkungan karena a) memitigasi terjadinya polusi asap akibat berkurangnya pembakaran jerami sehingga mampu menekan emisi gas CO2, b) memitigasi emisi gas metan yang dihasilkan oleh proses reduksi (anaerob) akibat penggenangan sawah, c) mitigasi emisi CO2 dan metan (CH4) akan menekan produksi GRK (gas rumah kaca) yang dapat memicu pemanasan global, d) daur ulang limbah (sampah) menjadi prinsip SRI, sehingga penumpukan sampah dapat dihindari, e) aplikasi bahan kimia (agrochemical) sangat dibatasi, kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan akibat kontaminasi dengan bahan dan residu kimia dapat dicegah, dan f) produk beras SRI dapat digolongkan sehat, karena tidak diproduksi dengan pupuk kimia dan pestisida sintetis.

Mudah dipahami

Berdasarkan pengalaman penulis, metode ini tidak sulit dipahami oleh para petani. Metode ini tidak jauh berbeda dengan apa yang mereka dapatkan dulu dari para karuhun. Jauh sebelum pupuk dan antihama kimia masuk ke Indonesia, orang tua mereka telah bertani dengan metode yang mirip dengan metode SRI. Orang tua mereka dulu bertani dengan hanya menggunakan sumber daya yang ada di sawah, seperti pupuk dengan menggunakan kotoran hewan, daun, dan sampah. Demikian juga dengan antihama, mereka telah mengenal tumbuhan antihama yang banyak terdapat di ladang atau di sawah.

Faktor penting dalam penerapan metode SRI di sawah adalah penggunaan pupuk kompos. Setiap hektare sawah membutuhkan minimal delapan ton kompos. Kompos dibuat oleh petani sendiri dengan memanfaatkan bahan baku yang ada di sekitar, seperti kotoran hewan (kohe), jerami, dedak padi, rumput, daun, dan sampah rumah tangga.

Proses pengomposan dilakukan selama musim pemeliharaan tanaman, yaitu 3-4 bulan. Ketika musim tanam berikutnya, petani telah memiliki persediaan kompos yang cukup untuk ditaburkan di lahan sawah sebagai pupuk dasar pengganti urea.

Pemberian kompos dimaksudkan untuk membentuk kembali struktur tanah, sehingga bisa berfungsi sebagai bioreaktor yang akan menggerakkan kembali siklus nutrisi dengan peran utama mikroorganisme serta biota tanah.

Dalam sistem persawahan biasa, lahan lebih banyak digenangi air, akibatnya pasokan air yang cukup menjadi penting. Sebaliknya pada sistem SRI, kebutuhan air diperlukan hanya setengah hingga sepertiga dari cara konvensional. Lahan sawah dikondisikan lembap atau macak-macak tanpa digenangi. Hal ini menghemat penggunaan air sampai 60%.

Bibit tanaman padi yang digunakan adalah bibit yang berumur muda, yaitu antara 7-10 hari di persemaian. Kemudian bibit ditanam di lahan sawah dengan jumlah satu bibit untuk satu lubang tanam (dapuran). Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi persaingan atau kompetisi dalam mendapatkan hara makanan. Tanam bibit tunggal dan jarang dimaksudkan agar pertumbuhan padi menjadi maksimal, anakan yang dihasilkan menjadi lebih banyak dan sehat. Rata-rata anakan yang dihasilkan lebih dari enam puluh batang. Pertumbuhan ini didukung dengan penyebaran akar yang luas dan kokoh, sehingga memungkinkan akar menyerap nutrisi secara efektif. Sistem ini mengakibatkan penggunaan bibit menjadi lebih sedikit. Untuk satu hektare sawah membutuhkan tidak lebih dari 6 kg bibit.

Penggunaan pupuk kimia tambahan seperti urea, NPK, KCL, dan ZA dalam metode SRI ditiadakan. Karena kita tahu pupuk kimia inilah yang menyebabkan terjadinya degradasi kesuburan tanah. Sebagai gantinya, petani diajarkan membuat pupuk yang berbasis mikroba dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, seperti buah maja, air kelapa, kotoran ternak, bekicot yang dihancurkan, daun-daunan atau sayur-sayuran. Hasil fermentasi alami dari bahan-bahan ini dapat disemprotkan setiap saat di lahan sawah.

Masalah hama dan penyakit tanaman pada padi dapat dicegah dengan cara pengendalian hama terpadu. Cara ini lebih kepada upaya mengendalikan berbagai unsur-unsur ekosistem di lahan sawah. Cara tanam SRI dapat menekan gangguan hama secara sangat berarti tanpa harus menggunakan bahan kimia antihama.

Menurut pakar SRI dari ITB, Dr. Mubiar Purwasasmita, banyak jenis serangga yang hidup bersama dengan tumbuhnya tanaman padi, namun mereka tidak sempat menjadi hama karena dengan cara saksama kondisi mikro-klimatnya tidak memberi cukup waktu kepada serangga untuk dapat berkembang biak secara leluasa. Serangan keong pun dapat ditekan karena tanah tidak direndam. Kegiatan pengendalian hama terpadu secara mandiri oleh petani memungkinkan terjadinya penghematan dalam penggunaan racun hama kimia.

Proses penyiangan dilakukan lebih dari empat kali. Penyiangan ini dimaksudkan bukan saja untuk menghilangkan gulma tetapi terutama untuk menjaga pasokan udara ke dalam tanah. Pengurangan satu kali penyiangan dapat menurunkan produksi padi hingga 1,2-1,5 ton/ha.

Dalam metode SRI bukan saja tingkat produktivitas padi yang tinggi dapat dicapai tetapi juga meningkatkan struktur dan kondisi lahan sawah serta membaiknya lingkungan hidup biotik di persawahan.

Melalui penerapan metode SRI kita dapat melakukan perubahan untuk peningkatan produksi padi yang lebih tinggi, lebih baik mutunya, lebih sehat dan berkesinambungan, semoga. ***

Kabelan Kunia, pegiat dan praktisi pertanian padi organik SRI Pusat Penelitian Bioteknologi ITB.

 

Budidaya padi organik metode SRI (System of Rice Intensification) telah dilakukan di lahan seluas 1,5 hektar di daerah  Sentra Rajut Binong Kota Bandung. Lahan sawah milik H. Ade Ahmad yang digarap keluarga Wahyu sebelumnya hanya menghasilkan panen 1,3 ton/ hektar. Setelah penerapan metode SRI selama 2 musim tanam dengan menggunakan pupuk organik EvaGROW, alhamdulillah telah meningkatkan produksi padi menjadi 4 ton/ hektar.

Sumber air sawah ini menggunakan air limbah dari proses pengolahan industri rajut di sentra rajut Binong. Kalau kita lihat di photo di atas, nampak air bewarna hitam pekat. Setelah menggunakan pupuk mikroba EvaGROW,   air limbah tereliminasi dan dapat meningkatkan produksi padi secara signifikan.

 

 

 

Cara Penggunaan

A. Penggunaan Langsung

  • Masukkan 1 – 3 sachet EvaGROW ke dalam wadah seperti ember, gayung. Tambahkan air secara perlahan sambil diaduk-aduk dengan rata.
  • Diamkan larutan EvaGROW dalam beberapa menit, kemudian aduk lagi secara perlahan hingga rata.
  • Setelah minimal 1 jam, larutan dimasukkan ke dalam tabung sprayer (14 – 18 Liter) melalui saringan, sehingga material kasar dari EvaGROW tidak ikut masuk.
  • Tambahkan air bersih ke dalam sprayer/penyemprot sesuai denggan kapasitas tabung yang digunakan.
  • Siram/ semprotkan secara merata larutan EvaGROW ke tanah/ tanaman secara teratur sesuai petunjuk.
  • Simpan/ letakkan bagian material kasar EvaGROW ke tanah/ batang tanaman. Material ini masih mengandung nutrisi yang masih dapat digunakan sebagai nutrisi tanaman.

B. Penggunaan TIDAK Langsung

  • Masukkan 1 box EvaGROW (300 Gram) ke dalam ember (5-15 Liter). Tambahkan air secara perlahan sambil diaduk-aduk dengan rata.
  • Diamkan larutan EvaGROW dalam beberapa menit, kemudian aduk lagi secara perlahan hingga rata, hingga bagian kasar dari material sebagian besar larut.
  • Siapkan tong/drum ukuran 100 – 200 Liter. Tambahkan gula pasir/merah/tetes tebu (molase) sebanyak 0,5 – 1% dari total volume air yg akan diisi.
  • Setelah itu larutan EvaGROW dimasukkan ke dalam tong/ drum yang telah ditambahkan larutan gula.
  • Tambahkan air bersih ke dalam tong/drum sesuai dengan kapasitas yang ada (100-200 Liter).
  • Kalau ada pompa aerasi akan lebih baik, sehingga stok larutan EvaGROW sebaiknya diaduk setiap hari.
  • bisa dipakai selama 1 minggu secara terus menerus. Kalau tidak ada, larutan Setelah 1 – 2 jam, larutan EvaGROW dalam drum sudah bisa digunakan untuk menyiram lahan/ tanah secara rutin.
  • Tanpa aerasi yang baik, larutan bisa digunakan sampai 3 hari. Setelah stok larutan habis, buat kembali seperti prosedur awal.

Mycoparasitasi Trichoderma pada patogen Pythium

Jamur Trichoderma sp. merupakan satu dari sekian banyak agen pengendali hayati yang telah dikembangkan dan diaplikasikan secara luas. Keberhasilan penggunaan agen hayati ini telah banyak dilaporkan di berbagai penelitian diantaranya untuk mengendalikan penyakit akar putih Rigidoporus micropus di perkebunan karet dan teh.

Jamur ini juga sebagai agen hayati untuk mengendailkan patogen penyebab rebah kecambah Rhizoctania solani, busuk batang Fusarium sp., akar gada Plasmodiophora brassicae, dan patogen Pythium yang merupakan patogen tular tanah yang dapat menyebabkan penyakit rebah kecambah (Dumping off) pada kacang-kacangan.

Jamur ini selain bersifat hiperparasitik terhadap beberapa patogen, diketahui pula dapat menghasilkan antibiotik yang dapat mematikan dan menghambat pertumbuhan jamur lain.

Mekanisme penekanan patogen oleh Trichoderma terjadi melalui proses kompetisi, parasitisme, antibiosis, atau mekanisme lain yang merugikan bagi patogen. Selain itu, jamur ini mempunyai sifat-sifat mudah didapat, penyebarannya luas, toleran terhadap zat penghambat pertumbuhan, tumbuh cepat, kompetitif dan menghasilkan spora yang berlimpah, sehingga mempermudah penyediaan jamur sebagai bahan pengendali hayati dalam proses produksi massal.

Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar (lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan, seperti pada tanaman jagung dan tanaman hias.

Trichorderma sp. merupakan jamur yang paling banyak terdapat di dalam tanah dan bersifat antagonistik terhadap jamur lain. Selain daya adaptasinya luas, Trichorderma mempunyai daya antagonis tinggi dan dapat mengeluarkan racun, sehingga dapat menghambat bahkan mematikam patogen lain.

PT. Prosper Biotech Indonesia telah berhasil memproduksi Pupuk Hayati EvaGROW yang mengandung jamur Trichoderma sp. dalam bentuk powder. Mekanisme kerja jamur Trichoderma dalam mengendalikan mikroba patogen pada tanah adalah :

1. Terjadinya kompetisi bahan makanan antara jamur patogen dengan jamur Trichoderma EvaGROW di dalam tanah. Adanya pertumbuhan jamur Trichoderma yang pesat dalam tanah akan mendesak pertumbuhan patogen pada akar.

2. Mikoparasitisme, jamur Trichoderma merupakan jamur yang bersifat mikoparasit, artinya jamur ini dapat menghambat pertumbuhan patogen dengan parasitisme. Mekanisme yang terjadi Trichoderma dapat melilit hifa mikroba patogen, dan jamur ini juga mengeluarkan enzim yang mampu merombak dinding sel mikroba patogen, sehingga patogen mati. Beberapa jenis enzim pelisis yang telah diketahui dihasilkan adalah ensim kitinase dan b -1,3 glucanase.

3. Antibiosis, Trichoderma juga menghasilkan antibiotik yang termasuk kelompok furanon yang dapat menghambat pertumbuhan spora dan hifa mikroba patogen, diidentifikasikan dengan rumus kimia 3-2-hydoxyprophyl-4-2-hexadienyl)-2-5(5H)-furanon.

Semoga Bermanfaat.

Revolusi Hijau menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, termasuk Indonesia. Orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini adalah Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970.

Revolusi Hijau menitikberatkan pada empat pilar penting, yaitu : penyediaan air melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia, penerapan pestisida kimia untuk mengatasi serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Revolusi Hijau menandai berdirinya pabrik-pabrik pupuk dan pestisida kimia skala MAKRO di berbagai negara. Di Indonesia telah dibangun pabrik pupuk PUSRI, Petrokimia Gresik, Pupuk Kujang, Pupuk Kaltim dan Pupuk Iskandar Muda sebagai pabrik pupuk terbesar di ASEAN pada saat itu.

Revolusi Hijau menjadikan tanah sebagai MEDIA. Artinya tanah bersifat pasif, menerima segala input (kimia) yang dimasukkan ke dalamnya. Pemberian input yang seringkali over dan tidak bijaksana, lambat laun memberikan dampak negatif untuk kesuburan tanah tersebut.

Pada akhirnya Revolusi Hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Kritik lain yang muncul adalah bahwa Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di Afrika.

Di Indonesia sendiri setelah sekian lama menerapkan teknologi pertanian ini, dampak negatif yang ditimbulkan sangat dirasakan oleh petani di hampir seluruh wilayah pertanian. Berkurangnya kesuburan tanah yang ditandai dengan kian mengikisnya bahan organik tanah, tingginya tingkat serangan hama pengganggu, merosotnya produktifitas pertanian, makin tidak terjangkaunya harga pupuk dan pestisida kimia, melambungnya harga bibit unggul dan timbulnya problem lingkungan dan kesehatan manusia.

Paradigma Pertanian EvaGROW

Kini, saatnya era pertanian sehat dan ramah lingkungan.  Berbagai  istilah turut berkembang seiring makin giatnya kampanye tentang produk pertanian yang sehat, aman dan ramah lingkungan. Kita mengenal pertanian organik, pertanian berkesinambungan bahkan istilah pertanian ekologi. Hadirnya Pupuk Hayati EvaGROW dengan konsep ‘Back to Nature’ turut memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan pertanian sehat dan ramah lingkungan ini.

Pertanian EvaGROW menekankan bahwa tanah sebagai BIOREAKTOR (Mubiar Purwasasmita, ITB  2005). Artinya tanah adalah ‘rumah’ sebagai tempat berlangsungnya proses biologis yang terjadi secara simultan dan kontinyu untuk memberikan kehidupan bagi semua mahluk yang ada di dalam dan di luar ekosistem tanah.

Tanah yang kaya bahan organik melalui suplai kompos/ pupuk organik secara berimbang akan membangun ‘reaktor’ bagi berlangsungnya proses biologis dalam tanah. Reaktor yang terbentuk akan menyediakan ‘ruang’ dengan aliran oksigen yang memadai untuk berlangsung proses biologis mikroorganisme dan makroorganisme tanah. Konsorsium mikroorganisme bersimbiosis mutualisme dengan makroorganisme dalam ‘reaktor’ tanah ini akan menyediakan nutrisi yang berkecukupan untuk proses tumbuh dan berkembang bahkan produksi yang maksimal bagi tanaman yang dibudidayakan (Kabelan Kunia, 2008).

Pabrik MIKRO yang sesungguhya berlangsung dalam tanah. Para mikroba adalah pekerja sejati yang tanpa pamrih dan bayaran mahal, setiap detik bermetabolisme dan memproduksi nutrisi, vitamin, hormon tumbuh, dan enzim yang disuplai secara gratis ke tanaman sebagai konsumen setianya.

Setiap waktu sesuai dengan petunjuk yang sudah baku, EvaGROW mengirim tenaga kerja unggul berupa mikroba-mikroba ‘baik’ ke dalam tanah. Pengiriman mikroba-mikroba unggul ini akan memberikan sumbangan ‘tenaga’ yang positif terhadap berlangsungnya aktivitas produksi dalam tanah.

Sistem pertanian EvaGROW akan menekan input kimia ke dalam tanah. Pengurangan penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara signifikan akan mereduksi dampak negatif yang ditimbulkannya. Pada akhirnya petani akan dimudahkan sekaligus dimurahkan karena biaya pembelian pupuk dan pestisdia kimia akan ditiadakan dalam proses budidaya. Seiring dengan itu, hasil produksi produk pertanian akan meningkat secara meyakinkan dari musim ke musim.

Sistem pertanian EvaGROW menghasilkan produk yang sehat dan ramah lingkungan, tidak adanya input pupuk dan pestisida kimia, tidak bergantung kepada bibit unggul/ varietas hibrida, hemat penggunaan air dan memberdayakan komponen alami di areal pertanian. Dengan EvaGROW, petani yang sehat dan sejahtera akan dapat dibangun dengan kemandirian yang sesungguhnya (Kabelan Kunia).

 

Ada 5 (lima) KEISTIMEWAAN Pupuk Hayati EvaGROW, yaitu :

1.  Berbentuk POWDER yang menjamin stabilitas dan populasi mikroorganisme tetap tinggi.

2.  Bahan baku ALAMI dari alam Indonesia

3.  Mengandung mikroorganisme  indigenous (lokal) UNGGUL yang berfungsi :

  • Mensuplai N untuk tanaman
  • Melarutkan  senyawa P dan melepaskan senyawa K dari ikatan koloid tanah
  • Mengurai residu kimia dan mengikat logam berat
  • Menghasilkan zat pemacu tumbuh alami
  • Menghasilkan enzim alami dan vitamin
  • Mendegradasi bahan organik
  • Menghasilkan zat patogen sebagai pestisida hayati

4.  Diproduksi dengan teknologi modern dan terdepan (SHOT).

5.  Kemasan SACHET sekali pakai

 

1. Meyuburkan tanah

Pupuk hayati EvaGROW mengandung mikroorganisme yang dapat mendegradasi bahan organik sehingga mampu menyediakan unsur hara yang dapat diserap tanaman dan menghasilkan enzim alami dan vitamin yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah.

2. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah

Pupuk hayati EvaGROW mengandung mikroorganisme lokal (indegenous) unggul. Setiap aplikasi pupuk hayati EvaGROW akan meningkatkan populasi dan aktivitas mikroorganisme ‘baik’ dalam tanah. Mikroorganisme aktif yang terkandung dalam pupuk hayati EvaGROW mampu mensuplai Nitrogen untuk tanaman, melarutkan  senyawa Phosfat (P) dan melepaskan senyawa Kalium (K)  dari ikatan koloid tanah, mengurai residu kimia dan mengikat logam berat, menghasilkan zat pemacu tumbuh alami (Giberellin, Sitokinin, Asam Indol Asestat), menghasilkan asam amino, enzim alami dan vitamin serta menghasilkan zat patogen sebagai pestisida hayati. Mikroorganime yang ditambahkan dalam tanah dapat membantu proses penggemburan tanah dan mengubah zat menjadi bentuk yang dapat diserap oleh tanaman.

Penggunaan pupuk EvaGROW dapat meningkatkan simbiosis mutualisme antara tanaman dan mikroorganisme yang menguntungkan. Semakin sering mengaplikasikan pupuk hayati EvaGROW ke tanah menyebabkan tanah makin subur dan menyebabkan pemupukan menjadi hemat.

3. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air

Penggunaan pupuk hayati EvaGROW secara tepat akan menyebabkan tanah menjadi gembur. Tanah yang gembur akan memiliki pori-pori lebih banyak guna menyalur dan menyimpan air tanah untuk kebutuhan tanaman. Pada saat musim kemarau, tanah mampu menyediakan air. Sementara pada musim hujan, tanah mampu menahan air sehingga resiko erosi dan banjir dapat dikurangi.

4. Menyediakan hara mineral bagi tanaman

Pupuk hayati EvaGROW diproduksi dalam bentuk powder yang mengandung unsur hara alami berimbang yang dibutuhkan oleh mikroba tanah dan tanaman. Pupuk hayati EvaGROW mengandung mikroorganisme unggul yang memiliki kemampuan untuk mengubah unsur hara yang tidak dapat diserap tanaman menjadi unsur hara yang tersedia untuk tanaman.

5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi pertanian

Penggunaan pupuk hayati EvaGROW dengan segala kemampuan dan kelebihan yang dimiliki oleh mikroorganisme yang dikandungnya dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman pertanian sekaligus menghemat biaya produksi.

6. Meningkatkan daya tahan tanaman

Kandungan hormon tumbuh alami dalam pupuk hayati EvaGROW dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan hama. Kehadiran jamur Trichoderma dan Aspergillus dalam EvaGROW mampu mengatasi beberapa jenis serangga hama dan patogen penyebab busuk akar.

7. Menghasilkan produk sehat dan ramah lingkungan

Pupuk EvaGROW diproduksi menggunakan bahan baku alami yang diproses secara modern sehingga tidak meninggalkan residu kimia pada tanaman dan aman untuk dikonsumsi. Produk yang dihasilkan dari lahan yang diaplikasikan dengan pupuk hayati EvaGROW lebih sehat, enak dan segar karena bebas residu kimia dan tidak berbahaya buat dikonsumsi. Produk sayuran yang diproduksi menggunakan pupuk hayati EvaGROW biasanya lebih tahan lama jika disimpan pada suhu ruang maupun di dalam suhu dingin. Aplikasi pupuk hayati EvaGROW secara kontinu tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan aman buat petani yang mengaplikasikannya.

8. Menghemat Biaya

Penggunaan pupuk  dan pestisida kimia pada lahan pertanian bukan saja menyebabkan kerusakan pada tanah, tapi dapat menambah beban produksi, karena mahalnya pupuk dan pestisida kimia. Penggunaan pupuk hayati EvaGROW dan memadukannya dengan pupuk dasar kompos/ pupuk organik membuat biaya yang dikeluarkan petani lebih kecil.

Penggunaan pupuk hayati EvaGROW dapat mengurangi bahkan menghilangkan penggunaan pupuk kimia (Urea, NPK, TSP dan lain-lain). Pada aplikasi pertanian organik, pupuk kimia tidak digunakan sama sekali, sehingga dapat menghemat biaya. Di samping itu penggunaan pestisida kimia harus ditiadakan, sehingga beban petani untuk pengadaan pupuk dan pestisida kimia dapat dikurangi hingga 100%.

 

  1. Mengandung 6 (enam) spesies mikroorganisme unggulan (Bakteri dan Jamur) yang telah teruji di laboratorium dan lapangan.
  2. Merupakan produk organik murni (100%) yang diproduksi dengan bahan-bahan alami.
  3. Berbentuk powder yang menjamin keberadaan dan populasi mikroorganisme yang dikandungnya dalam jumlah yang besar dan stabil dalam waktu lama.
  4. Dapat menghilangkan penggunaan pupuk kimia hingga 100%.
  5. Tidak memerlukan aplikasi pupuk kimia dalam proses olah-lahan dan penanaman.
  6. Proses penyerapan nutrisi lebih maksimal daripada pupuk kimia.
  7. Dapat diaplikasikan pada semua jenis dan umur tanaman pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
  8. Menghilangkan kandungan residu pestisida kimia pada produk pertanian.
  9. Tidak memerlukan aplikasi pestisida kimia dalam mengatasi hama dan penyakit tanaman, karena mengandung bahan anti hama alami dalam satu produk.
  10. Mengurangi pencemaran lingkungan dan aman terhadap pemakai.

 

EvaGROW® merupakan formula konsorsium mikroorganisme yang berperan meningkatkan hasil pertanian organik secara berkesinambungan.

EvaGROW® adalah penyubur bio organik (POWDER) multiguna yang mangandung mikroorganisme (bakteri dan jamur) yang diproses secara sempurna dengan berbagai bahan alami yang berperan dalam pengikatan unsur hara penting bagi tanaman dan berperan meningkatkan kesuburan tanah.

EvaGROW® diproduksi menggunakan bahan-bahan alami dan mengandung nutrisi, senyawa bioaktif, hormon pertumbuhan, anti hama maupun vitamin serta diperkaya dengan hara esensial seimbang bagi tanaman.

EvaGROW® diproduksi dalam bentuk tepung (powder) yang memungkinkan viabilitas (ketahanan) dan ketahanan mikroorganisme dan bahan aktif produk mampu bertahan dalam waktu lama.

Bahan Aktif

EvaGROW® mengandung minimal 6 spesies mikroorganisme unggul untuk mengikat dan meningkatkan unsur hara penting bagi tanaman, yaitu :

Azotobacter sp. :  > 108 cfu/g
Azospirillum sp.   :  > 107 cfu/g
Bacillus sp. :  > 108 cfu/g
Lactobacillus sp. :  > 107 cfu/g
Aspergillus sp. :  > 107 propagul/g
Trichoderma sp. :  > 107 propagul/g

EvaGROW® mengandung unsur hara makro dan mikro alami yang berimbang untuk mikroorganisme tanah dan tanaman,  senyawa bioaktif, hormon pertumbuhan, vitamin serta diperkaya dengan hara esensial bagi tanaman.

EvaGROW® mengandung pestisida (anti hama) hayati dalam satu produk untuk mengatasi hama pada beberapa tanaman, sehingga mampu meningkatkan hasil pertanian organik yang bersih, sehat dan aman bagi manusia.